🌿 Sehari Semalam di Salacca Hub – Cerita dari Atas Bukit Sibetan
Langit mulai berwarna oranye saat saya menapaki jalur kecil menuju Salacca Hub. Angin sore itu sejuk, membawa aroma tanah basah bercampur wangi bunga liar dari tepi jalan. Dari kejauhan, samar-samar terdengar suara ayam berkokok – mengingatkan bahwa saya berada di desa yang masih hidup dengan ritme alam.
Tiba di puncak bukit, saya langsung terdiam. Laut membentang luas di sisi timur, sementara di belakang saya, perbukitan hijau mengalir seperti gelombang raksasa yang membeku. Di bawah sana, perkebunan salak Sibetan menyebar sejauh mata memandang.
Senja di sini tidak hanya indah – ia terasa personal. Matahari perlahan tenggelam di balik perbukitan, meninggalkan langit ungu yang membungkus perkemahan. Api unggun mulai menyala, memantulkan cahaya hangat di wajah-wajah yang tersenyum. Tidak ada musik keras, tidak ada hiruk pikuk – hanya obrolan santai, tawa kecil, dan suara kayu terbakar.
Malamnya, saya berbaring di dalam tenda, lampu redup, udara segar mengalir melalui kain penutup. Dari celahnya, saya bisa melihat bintang-bintang begitu jelas, seolah turun sedikit lebih dekat. Di sini, langit malam bukan hanya pemandangan – tapi selimut.
Pagi datang dengan suara burung dan cahaya lembut yang menyelinap masuk ke dalam tenda. Begitu keluar, saya disambut pemandangan laut biru yang berkilau di kejauhan. Udara pagi di Salacca Hub punya rasa yang sulit dijelaskan – segar, bersih, dan entah kenapa membuat hati terasa ringan.
Sebelum pulang, saya berjalan sebentar ke kebun salak yang mengelilingi perkemahan. Pemiliknya bercerita tentang pohon-pohon yang mereka rawat turun-temurun. Saya bahkan sempat mencicipi salak manis yang baru saja dipetik – segar dan renyah, tak ada tandingannya.
Salacca Hub bukan sekadar tempat camping. Ia adalah ruang untuk diam, mendengar napas alam, dan merasakan betapa sederhana tapi berharganya momen-momen kecil dalam hidup.
0 komentar:
Posting Komentar